Jumat, 01 Oktober 2010

“Membaca Gejala Dari Jelaga”


“Membaca Gejala Dari Jelaga”
      By : Homicide

      Matahari terlalu pagi mengkhianati
      Pena terlalu cepat terbakar
      Kemungkinan terbesar sekarang, memperbesar kemungkinan pada ruang ketidakmungkinan
      Sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satupun sudut kemungkinan untuk kemungkinan untuk berkata tidak mungkin
      Tanpa darah mereka mengering
      Sebelum mata pena berkarat dan menolak kembali terisi

      Sebelum semua paru disesaki tragedi dan pengulangan menemukan maknanya sendiri dalam pasar dan semerbak deodoran
      Atau mungkin dalam limbah dan kotoran
      Atau mungkin dalam seragam sederetan nisan

      Kita pernah bernazar
      Untuk menantang awan
      Menantang langit dengan kalam-kalam terhunus
      Hingga hari-hari penghabisan
      Tanpa pretense apapun untuk mengharapkan surga dan neraka
      Di atas semua…

      Kita berangkat dengan rima dan kopi secawan
      Berkawan dengan bentangan kalam yang menantang awan
      Kita menggalang pijakan dari hulu waktu yang membidani zaman
      Dimana microphone digenggam dengan hasrat menggantang ancaman
      Mengkafani kawanan serupa lalat dari pusat pembuangan sampah
      Menyisakan potongan kalimat profane berceceran
      Bernazar membuat tiran berjatuhan dengan luka sayat dari medan puputan
      Kita tantang kutukan, kita kutuk pantangan
      Sehingga setiap angan paralel dengan surga-neraka dan dalil langitan
      Serupa komando yang keluar dari mabes hingga koramil
      Serupa toxin yang berselancar pada darah sebelum maut menjemput Munir
      Menyisir petaka yang membiarkan mereka menggadaikan pasir
      Pada pantai, pada bumi, yang penuhi oleh barcode dan kasir
      Yang menghibahkan filsafat pada vampire
      Pada mereka yang melabeli setiap oponen dengan stempel kafir
      Pada mereka yang datang pada malam terkelam
      Saat cahaya hanya datang dari belukar di tengah makam
      Kita pernah sisakan harapan yang esok siap cor menjadi belati
      Pikulan beban yang serupa pitam yang kembali berhitung dengan mentari

      Dengan tangisan bayi yang mengajarkan kembali bagaimana menari
      Bagaimana mengingat janji dan mengepalkan jemari
      Bagaimana seharusnya hari-hari berbagi api
      Bagaimana menyulutnya pada nadi dan mengumpulkan nyali
      Dan semua darah bertagih telah kita bayar lunas
      Sejak kalimat angkara kita terlanjur menjadi lampiran kajian Lemhanas
      Kau dan aku tahu pahlawan tidak lagi datang dari kurusetra
      Namun dalam bentuk dominasi mie instant di tengah bencana
      Sejak tanah basah ini menagih janji mata yang dibayar mata
      Sejak mata sungai menagih suara mereka yang hilang di ujung desa
      Sejak kebebasan hanya berarti di hadapan kotak suara
      Sejak para ekonom memperlakukan nasib serupa statistik ramalan cuaca
      Telah khatam kita baca semua analisa semua neraca
      Semua melihat tai kucing yang membenarkan semua prasangka
      Kita belajar membaca gejala dari jelaga
      Pada malam-malam terhunus dan waras-waras kita terjaga
      Memaksa tidur dengan satu kelopak mata terbuka
      Menahan pitam tanpa riak serupa telaga
      Serupa hasrat yang dipertahankan setengah mati tetap menyala
      Pada setengah hidup kita mengalir mencari muara
      Serupa udara
      Membutuhkan amis darah agar sirine tetap mengalun
      Agar waras diingatkan wabah yang akut menahun
      Tentang pagut yang santun
      Yang memusuhi pantun
      Yang membakar habis hasratmu setelah dipaksa dipasung
      Mungkin kau akan ingat tentang petaka yang dalam hitungan kurun
      Waktu singkat berubah menjadi rahmat
      Merubah alam alam bawah sadar hingga terbiasa dengan mayat
      Sekarang mengubahmu kasat di depan deretan kalimat
      Bergabung dengan para mata yang terang bersama pekat

      Serupa kepastian, serupa asuransi
      Serupa janji yang memprediksi dimana kau suatu hari nanti dengan pasti
      Sehingga semua pertanyaan kau tinggal mati
      Sehingga rimaku hari ini dan terompet israfil dapat bertukar posisi
      Dan menantang mentari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar