Senin, 08 November 2010

Kabar dari Angin Kala Sunda

Aku sampaikan sebuah kabar dari angin...

Hari ini 8 November 2010 Masehi adalah Soma-Pahing 9k Asuji 1946 Candra Kala Sunda..
Hari ini minggu depan (15 November 2010)berarti adalah "Tahun Baru" yaitu hari Soma-Wage 1s Kartika 1947 Candra Kala Sunda.
Walau masih satu minggu lagi, tapi tak apa kan kalo pengen Saya ucapin "Wilujeng Pabaru Sunda"

Buat teman-teman semua yang berminat boleh download Kalender Candra Kala Sunda di Sini..



Kalo ada saran/pendapat/tanggapan, langsung z comment di sini! dan Semoga bermanfaat....

Selasa, 02 November 2010

Menjadi Avatar Indonesia


Menjadi Avatar Indonesia
Oleh   Radhar Panca Dahana

Kita memang harus sungguh-sungguh meninjau kembali sejarah negeri ini. Semua buku sejarah resmi yang saat ini berlaku sudah selayaknya dimasukkan dalam peti dan dikunci untuk selamanya, atau sama sekali dihanguskan. Karena memang ia tidak berhasil sama sekali menggambarkan realitas historis dari riwayat bangsa –serta adab dan kebudayaannya—yang sesungguhnya pernah ada.
Sejarah kita saat ini, tidak hanya sangat terbatas data-data yang dimilikinya. Lebih memrihatinkan, data-data utamanya tidak lagi dimiliki oleh brankas atau laci-laci kepustakaan local, namun tersebar di berbagai pusat dokumentasi berbagai kota utama dunia. Sehingga tak dapat dihindari kemungkinan terjadinya seleksi, pemilahan, hingga penafsiran data yang didorong oleh kepentingan masing-masing negara pemilik data-data itu.
Sedikit hal itu saja sudah memperlihatkan bagaimana sebenarnya sejarah kita sendiri ternyata lebih banyak ditentukan oleh data, bacaan, analisis dan penafsiran ahli-ahli di luar kita. Betapa banyak sejarawan, dari negeri-negeri Timur dan Barat, yang begitu menentukan isyu atau diskursus sejarah negeri ini, hingga sekarang. Hingga pada pengaruhnya yang tidak kecil pada cara kita menentukan sistem dan cara kita berpolitik, berekonomi atau berhukum.
Pada sisi internal, kita mengenal sejarah diri sendiri melalui sebuah modus yang penuh dengan ambiguitas bahkan kegelapan: mitologi. Kita tidak tahu, sampai hari ini, siapa sebenarnya Wali Sanga, siapa sebenarnya tokoh Syekh Siti Jenar itu, kapan sesungguhnya Islam masuk negeri ini, apa dan bagaimana Sriwijaya itu, siapa itu Ajisaka atau Kian Santang, dan banyak lainnya.
Sementara ....

BERCERMIN PADA KEARIFAN LOKAL


SEKALI waktu saya diundang untuk menjadi salah seorang penanggap pada saresehan “Mengungkap Kearifan Lokal Kampung Adat Sunda” yang diselenggarakan secara bersama-sama oleh Panji Nusantara, Aliansi Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila Rumah Kita di Bandung. Saresehan berlangsung sehari penuh, terdiri dari beberapa sesi diskusi dan setiap sesinya diselingi dengan pertunjukkan kesenian dari berbagai daerah. Pada sesi pertama tampil budayawan, akademisi dan pengamat politik yang berbicara mengenai keberagaman suku, budaya, agama dan kepercayaan dengan segala permasalahannya. Sesi kedua kurang lebih sama atmosfirnya: seniman, anggota DPRD, tokoh pemuda dan artis berbicara mengenai krisis multidimensi yang melanda negeri ini, mulai dari krisis ekonomi, sosial, politik, moral, budaya, lingkungan sampai kepemimpinan nasional.
            Asyik juga menyaksikan para pembicara yang berbatik, bersafari, berjas dan berdasi itu. Mereka umumnya berbicara dengan artikulasi yang enak didengar, mengutip teori-teori dengan fasih, menganalisis persoalan dengan canggih, mengapungkan wacana demi wacana, dan terkadang dengan gaya seorang orator mengkritik banyak pihak, termasuk menghujat pemerintah yang dianggap tak mampu mengangkat bangsa dari keterpurukan. Yang mengikuti saresehan ternyata bukan orang-orang sembarangan, banyak tokoh-tokoh seperti seniman, budayawan, akademisi, pensiunan pejabat, veteran politik, pengusaha, paranormal, aktivis LSM dan mahasiswa, di samping beberapa perwakilan dari masyarakat adat, penghayat kepercayaan dan agama-agama.          
            Para pembicara umumnya menggambarkan kondisi negara kita saat ini dalam situasi yang kacau, tidak menentu dan berada di ambang perpecahan. Mereka membeberkan daptar panjang persoalan yang melanda bangsa ini, mulai dari korupsi, hak azasi manusia, pelaksanaan eksekusi hukuman mati sampai pornografi yang mau diundang-undangkan. Mereka juga menyertakan daptar keluhan yang tak kalah panjangnya. Mengikuti dua sesi ini kepala saya tiba-tiba berdenyut, urat-urat saraf saya seperti menegang dan repotnya lagi tidak boleh merokok di dalam ruangan. Daftar panjang persoalan dan keluhan itu tak ubahnya selokan yang mampat, tak ada jalan keluar. Sementara para penanggap maupun penanya yang umumnya intelektual juga hanya menambah daptar persoalan, keluhan dan keruwetan menjadi semakin panjang. Pikiran mereka membumbung seperti asap di udara, tidak berpijak di bumi.
           Sesi berikutnya

KEBUDAYAAN DAN KEBANGSAAN


Oleh Bondan Gunawan S. Disampaikan pada Diskusi : “Budaya Lokal Jati Diri Bangsa”, yang diselenggarakan oleh  Lentera Zaman – Lentera Nusantara. Bandung, Sabtu, 20 Maret 2010.
SAUDARA-SAUDARA,
Sejarah negeri ini menunjukkan bahwa proklamasi kemerdekan bukan sesuatu yang given, atau hadiah dari penguasa kolonial. Proklamasi kemerdekaan adalah kristalisasi perjuangan yang panjang dari suatu komunitas kebangsaan yang kemudian menamakan diri INDONESIA. Di sana bukan hanya ada semangat dan keberanian untuk melawan kekuatan penjajah, melainkan juga menawarkan suatu gagasan, nilai, cita-cita bersama tentang kehidupan berbangsa-negara. Gagasan, nilai, dan cita-cita bersama itu bukan hanya sebagai antitesis terhadap sistem yang dijalankan rezim kolonial, melainkan juga hasil dari proses belajar anak bangsa ini terhadap masa lalunya yang gelap oleh praktik feodalisme dan penindasan oleh kaum penjajah yang membuat bangsa kita pernah kehilangan kekuatan dan kepribadiannya. Komunitas kebangsaan yang saya maksud di sini jelas menunjuk hasil belajar dari masa lalu, sebuah karya budaya yang mahabesar dalam peradaban kita. Sebuah fajar kebudayaan, yang kemudian melahirkan “proklamasi kemerdekaan”.
Saya meyakini bahwa